Minggu, 19 Oktober 2008

Pebisnis Properti Harap-harap Cemas


Pebisnis Properti Harap-harap Cemas Konsumen kelas atas, yang jumlahnya sekitar tiga persen, tidak lagi menjadikan investasi di bidang properti sebagai prioritas.

Krisis ekonomi global saat ini membawa dampak pada berbagai sektor. Properti adalah salah satu sektor yang diyakini bakal terkena imbasnya. Sejumlah pemain bisnis properti di Indonesia dilanda kekhawatiran imbas krisis global yang dipicu oleh krisis di Amerika Serikat ini. Mereka berusaha menjaga optimisme, namun cemas dan khawatir juga makin dirasakan.

''Kalau dibilang harus optimistis, maka saya tetap optimistis. Namun saya agak ngeri juga melihat kondisi yang terjadi saat ini. Tapi semoga saja dampak krisis global tidak terlalu besar di Indonesia,'' ungkap Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERI), Fuad Zakaria, kepada Republika.

Menurut Fuad, dari sisi penjualan, saat ini memang belum terasa dampak krisis global. Tingkat penjualan masih seperti biasa. Bahkan, pihaknya akan menggenjot penjualan sejumlah proyek perumahan. Hanya saja, dari sisi konstruksi mulai terlihat dampak krisis global. Kini perbankan yang menawarkan kredit konstruksi bagi para pengembang mulai memperketat pemberian kredit. Ini berdampak besar bagi para pengembang, khususnya skala menangah dan kecil.

''Kebijakan bank agak kontradiktif dengan keinginan pemerintah yang menginginkan sektor riil terus berjalan. Karena itu, saya berharap pemerintah bisa turun tangan mengatasi masalah ini, '' tutur Fuad. ''Jika kebijakan perbankan yang akan memperketat pemberian kredit konstruksi bagi pengembang benar-benar dijalankan, maka yang terkena imbasnya adalah para pengembang kecil dan menengah,'' lanjutnya.

Fuad memperkirakan, kebijakan perbankan tersebut akan terasa dampaknya pada tahun depan. Sebab pengajuan kredit yang diajukan pengembang saat ini untuk proyek di tahun depan. Karena itu, proyek konstruksi pembangunan rumah dan properti akan tertahan pada 2009 mendatang. Kondisi ini ditambah dengan adanya Pemilu.''Karena itu saya berharap pemerintah bisa memberikan rumusan atau solusi agar para pengembang bisa tetap bertahan,'' tegasnya.

3-4 tahun lagi
Para pengembang sebenarnya sudah punya pengalaman menghadapi krisis pada 1997 lalu. Saat ini kondisinya lebih baik karena fundamental ekonomi lebih kuat. Meski demikian, rasa khawatir dan takut tetap saja membayangi para pengembang akan masa depan properti.''Yang jelas sekarang pengembang harus melakukan efisiensi sekaligus alternatif strategi menghadapi kondisi seperti ini. Saya perkirakan kondisi global bisa normal lagi tiga atau empat tahun ke depan. Saya harap Indonesia bisa cepat pulih kondisinya sehingga properti tetap bisa berkembang,'' kata Fuad.

Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Perumahan Sentul City, Harie Hanie. Menurutnya, dampak krisis global sudah dirasakan seminggu ini. Sebelum Lebaran, pihaknya diberitahu oleh salah satu bank akan mendapatkan kredit konstruksi. Namun setelah Lebaran, bank yang bersangkutan membatalkan rencana untuk mengucurkan kredit konstruksi ke Sentul City.''Bank sekarang sedang butuh likuiditas. Jadi mereka memperketat pengucuran kredit, termasuk kredit konstruksi,'' ujarnya.

Di sisi lain, bank juga akan memperketat penyaluran kredit perumahan rakyat (KPR). Tidak hanya itu, mereka juga menaikkan tingkat suku bunga KPR. Ini jelas akan berpengaruh terhadap konsumen properti.''Sekarang semua kredit sulit. Akibatnya ada beberapa proyek properti di Jakarta yang sudah berhenti karena keterbatasan uang,'' imbuhnya.

Harie yang juga menjabat sebagai ketua kompartemen tata ruang DPP Real Estat Indonesia (REI) ini menambahkan, di tingkat konsumen kondisi sekarang juga berpengaruh. Untuk konsumen kelas atas yang jumlahnya sekitar tiga persen, mereka tidak lagi menjadikan investasi di bidang properti sebagai prioritas. Fokus mereka saat ini adalah membeli saham-saham yang harganya sedang turun drastis.

Akibatnya properti dengan harga di atas Rp 500 juta yang menyasar segmen atas ini menjadi terganggu pemasarannya. Ini terjadi di proyek perumahan maupun apartemen yang membidik kalangan ini.''Perumahan di Serpong, Tangerang, Bekasi, dan Bogor yang membidik kalangan atas kini mulai terganggu pemasarannya. Sebab mereka kini fokus untuk memburu saham yang lagi anjlok,'' papar Harie.Konsumen menengah ke bawah, demikian katanya, juga terpengaruh kondisi seperti ini. Sebab daya beli mereka turun. Sementara di sisi lain suku bunga bank malah naik.''Kondisi saat ini memang menyulitkan. Bagi para pengembang, harapan untuk mendapatkan cash flow dari konsumen dan pemegang saham. Namun, itu juga sulit terealisir. Tapi semoga saja kondisinya tidak semakin sulit,'' ujar Harie berharap. jar
http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/22/kat/100

Tidak ada komentar: